Ada yang memanggilku ketika aku baru sampai di gerbang sekolah.
“Nay...” teriak Nisa, aku menoleh ke belakang. Aku lalu menghampirinya,
sesampai di hadapannya Nisa menggiringku ke belakang sekolah aku
benar-benar kaget. Dia mengodok saku rok merahnya dan mengeluarkan
sebuah kertas yang di lipat menjadi kecil, dia memberikannya padaku, aku
lalu membukanya.
“Nay ... aku cinta sama kamu, kamu mau jadi
pacar aku? ...” itulah yang tertulis di surat yang ku baca. Aku mulanya
tak menyangka ternyata lelaki yang dari dulu aku suka sekarang
mengatakan hal yang dari dulu aku tunggu, tapi sayang perasaanku padanya
sudah blank, tak ada apa-apa karena massa waktu panjang juga yang telah
menghapus perasaan ini. Aku menggulung-gulung surat itu dan
melemparnya, sesaat kemudian aku ambil lagi. Waktu itu yang ku rasakan
sangat tak karuan, semuanya bercampur jadi satu. Aku gugup ketika bel
masuk kelas berbunyi karena Raga itu sekelas denganku, aku nerves,
maklum anak kecil ...
Surat itu Raga berikan tanggal 22
Desember 2004 aku masih berumur 11 tahun waktu itu. Aku ingin tertawa
kalau harus melihat kebelakang prihal masalah cinta monyet yang ku rasa
empat tahun lalu.
“Udah lah Nay ... jangan gugup gitu...” bisik Nisa,
aku masuk kelas dan duduk di samping Nisa, mukaku memerah bibirku
bergemetar, mau bicara sangat kaku. Raga juga terlihat begitu, dia
terlihat malu ketika aku ada di hadapannya. Aku berusaha untuk mengubur
rasa gugupku agar aku terlihat gadis cilik yang biasa mendengar cinta,
huh ... padahal itulah kata cinta pertama yang baru ku dengar.
“Kenapa yah dia selalu menghindar kalau aku ada di hadapan dia?”
“mungkin karena dia malu, Nay ... “ jawabnya dengan gesit
“malu kenapa? ...” aku masih penasaran benar
“takut di tolak mungkin ... !! oh yah, btw, dia itu bakalan kamu terima?”
“yah ... nggak lah ... !! aku masih kecil ... “
“sayang kan Nay ... dia itu udah alim, baik, lugu, ganteng lagi. Bukannya itu yang kamu harepin dari dulu?”
“Iya sih .... tapi ... nggak ah, lagian aku sama Raga nggak terlalu akrab. Bakalan borring kalau kita jadian”
“pedekate dong ... hubungan kan massa pendekatan jadi fine aja ... “
“ah,
sok tua loh ... emangnya situ sendiri udah punya pacar???” aku
menghindar dari Nisa, takut pembicaraann kami tentang Raga memanjang.
Pada
suatu hari, sikap Raga padaku menjadi keterlaluan. Sedikit demi sedikit
dia mulai berani memegang tanganku, aku menjadi kurang enak dengan
kelakuannya. Pada saat itu Aina dan Dira memaksaku untuk masuk kelas
karena di dalam ada Raga sedang menunggu jawabanku. Aku benar-benar
shock ketika melihat di kelas hanya ada Aina, Dira, dan Raga. Aku
menjadi merasa takut ... di dalam aku di paksa untuk bicara berdua
dengan Raga, Raga memegang tanganku dengan erat hingga lengan tanganku
memerah karena terlalu keras. Waktu itu aku sangat kesal pada semua
teman-temanku yang terlibat peristiwa itu, akhirnya aku kabur dari
sekolah.
Akhirnya sore hari aku main ke rumah Ani bersama adikku –
Ayu – membawa surat penolakan cinta untuk Raga. Karena aku masih kesal
pada Nisa akhirnya aku menyuruh Ani untuk ke rumah Nisa, rumah Nisa
tidak jauh dari rumah Ani. Beberapa saat kemudian Nisa datang
menghampiriku.
“Nay, aku minta maaf yah ... aku nggak bermaksud untuk ...”
“ah ... aku benci sama kamu ... pantes aja kamu nyuruh aku ke kelas ternyata ada Raga” aku memotong pembicaraan Nisa
“yah ... Nay ... maafin aku yah ... aku janji deh nggak bakalan ulangin itu lagi”
“oke
aku maafin, tapi ada satu syarat, kasih ini surat ke Raga sekarang
karena kalau di tunda besok dia nanti nyosorin aku lagi ...”
“iya, nanti aku kasih ...” Aku lalu pulang begitupun Nisa
“Ga ... !!” teriak Nisa
“ada apa?” tanyanya
“nih surat dari Naya ...” Raga sangat girang menerimanya
“di
tolak??? ... yah ... gagal deh cinta pertama gue ... ini semua
gara-gara loh, kalau aja loh tadi siang nggak maksa dia masuk kelas
pasti dia nggak bakalan nolak gue ...”
“PD loh gede ... !! lagian siapa suruh megang tangannya, ganjen sih loh ... !!”
“duh, gimana dong riwayat gue sekarang ... patah hati gue ...”
“makan tuh patah hati ...” lalu Nisa masuk rumahnya
Raga
terlihat sedih ketika menerima surat dariku, katanya “kalau cinta
pertama di tolak, kesannya makin sulit di lupakan” ternyata kata-kata
itu ada benarnya juga, memang benar sih ... sekarang sudah empat tahun
masih saja seluk-beluk cerita cinta itu masih ku ingat benar.
* * *
Beberapa
bulan kemudian aku lulus SD aku masuk ke SMP Harafan Bangsa Jakarta
ternyata si Raga masuk ke sekolah yang sama, aku bahagia bahagia kesal
... !! Ketika di tanya salah satu temanku tentang perasaannya padaku,
ternyata dia masih meyukaiku, Alhamdulillah ... !!! Lulus orientasi kami
mulai belajar, ternyata tahukah yang terjadi Raga menembak seseorang
namanya Nola dia anaknya cantik, kulitnya putih dan ah pokoknya standar
deh ... pantas saja kalau Raga menyukainya. Selain dia cantik dia juga
pintar memikat lelaki. Aku memang kalah dengannya tapi aku mulai
menyadari kalau Raga tak akan langsung menyukai Nola karena hatinya
masih tertuju padaku.
Aku menjadi merasa benci pada Raga ketika tahu
dia menyukai lagi Hesa. Hesa .... anaknya cantik juga, kecantikannya
mengalahkan Nola dan aku, putih kulitnya tapi kekanak-kanakan, cerewet
... !!!
Ketika itu Raga duduk bersama Nola dan Hesa, Raga di
suruh menulis kata I love you di tangannya. Dan tak tahu kenapa Hesa
berteriak memanggil namaku “Naya... Raga tulis I love you buat kamu ...”
teriaknya sambil memperlihatkan tangan kiri Raga padaku. Aku hanya
tersenyum saja mendengar itu, ternyata Raga kecil-kecil pintar mengutik
hati.
Hesa menghampiriku yang sedang duduk di depan bersama Ana.
“Nay, Raga tulis I love you Naya ... di tangan kirinya” utas Hesa, aku
tetap utarakan senyum sambil melihat Raga yang agak sedikit malu. Jam
istirahat kami – aku dan Raga – duduk di depan kelas, Raga ada di
depanku. Aku penasaran ingin melihat tulisan tangan itu tapi ternyata
sudah tak ada, ternyata Raga menghapusnya dengan air ludah saat aku
mulai tahu.
“Ternyata meskipun udah nembak cewek lain, nama aku
selalu ada di hati dia, terimakasih Tuhan ...” bisikku dalam hati. Aku
tak pernah berhenti memikirkan Raga, bayangnya seakan selalu ada di
otakku.
* * *
Malam Rabu, Raga datang ke rumahku dengan memakai
baju berwarna merah yang berbahan kaos. Dia menyuruhku menghampirinya,
lalu aku pun menghampirinya dan duduk di sampingnya. Katanya ada hal
yang ingin dia bicarakan, dia ke rumahku bersama Galuh, teman akrabnya.
“Nay ... kata Raga kamu mau nggak jadi pacarnya?”
“Ehm ... gimana yah ... duh ... gimana yah .... !!” aku nerves, gugup sekali
“katanya dia sayang sama kamu ... dia minta jawabannya sekarang”
“kok kesannya malah Galuh yang ngomong yah ...” bisikku ketika menunduk
“Naya ...” utas Galuh sambil mengayunkan tangannya ke hadapanku
“Ehm
... gini ... bentar lagi kan Ujian akhir, aku ... aku ... masih nggak
mau Ga ... kamu ngerti kata-kata aku kan...???” logatku sangat
beda
“di tolak lagi Ga ...” bisik Galuh
“pulang yuk...!!” ajak Raga yang terliat kecewa
“Ga ... maafin aku yah ... ” tutur kataku sebelum Raga pulang
Kata
cinta itu adalah yang kedua kalinya, dan itu juga yang kedua kalinya
aku menolak cintanya, sebenarnya aku mencintainya bahkan sangat tapi
karena aku masih teramat kecil jadinya aku putuskan untuk tidak
berpacaran dulu. Aku kasihan melihat kekecewaan yang di rasakan Raga.
Aku mengerti bagaimana perasaannya setelah di tolak dua kali, memang
bukan malu saja yang makin besar tapi tingkat kegengsian untuk menembak
lagi makin membesar. Maaf kan aku Raga ...
Semenjak aku tolak Raga
yang kedua kalinya itu, sikap Raga menjadi aneh lagi padaku, yang
tadinya sudah akrab sekarang malah tampak malu-malu, aku pun begitu.
Akhirnya aku putuskan untuk mengajak Raga bicara empat mata, agar
persoalan ini cepat selesai, dan kecanggungan Raga untuk akrab lagi
dengan ku bisa hilang.
Di depan jendela yang terbuka lebar aku bicara
berdua dengan Raga, Raga tampak malu-malu, bicaraannya kosong seolah
membisu. Karena aku sebagai orang yang mengajaknya akhirnya aku
memberanikan diri untuk menyapanya duluan. Aku memang gugup ketika Raga
mulai ada di hadapanku, bibirku bergemetar entah harus kata-kata apa
yang ku mulai.
“Gimana kabarnya? ...” sapaku
“baik” jawaban singkat itu semakin menambah rasa maluku
“kamu masih marah sama aku?”
“nggak” dia ulangi lagi aku hanya mampu menghela nafas dalam-dalam menahan emosi yang hendak keluar
“tuh
kan ... kamu masih marah ... !! ayo lah teman ... ! jangan karena di
tolak cinta kamu jadi berubah ... !! kita masih tetap teman”
“jujur
yah ... sebenarnya aku malu sama kamu karena udah dua kali aku nyakitin
kamu tapi demi persahabatan kita tetep maju akhirnya aku beraniin diri
untuk ngomong sama kamu. Ga ... aku haraf kita kayak dulu lagi yah ...”
lanjutku
“oke ... !! kita temen ...” utasnya, aku lega ...
Sejak
hari itu kami pun menjadi biasa lagi seperti dulu, rasa canggung kami
memang masih tebal, tapi kami bilas itu semua dengan canda kami satu
sama lain. Aku bahagia akhirnya cinta pertamaku seperti dulu lagi, oops
... !! aku masih mencintainya (sejak itu) masih ingin selalu di
perhatikan.
Lama kelamaan, beberapa bulan kemudian akhirnya perasaan
cinta itu sudah hilang, ternyata waktu memang mampu menghapus rasa yang
ada di hati. Masuk kelas 2 SMP aku temukan lagi cinta yang baru, yang
sampai saat ini masih aku rasakan. Cinta pertama season 2 memang tak
seindah season 1 karena cinta yang ini beda dari cinta yang lain.